Pertanyaan JGE-VB Soal Noisy Minority Tak Mampu Dijawab CSWL dan ROSE
TOMOHON (wartasulut) — Dalam Debat Pasangan Calon (Paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tomohon yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tomohon di Auditorium Bukit Inspirasi (ABI), Rabu (2/12/2020), terdapat hal menarik. Pasalnya, pertanyaan dari Paslon nomor urut 1, Jilly G Eman dan Virgie Baker (JGE-VB) tidak mampu dijawab dengan benar oleh Paslon lainnya. Dimana, pertanyaan yang disampaikan VB berkaitan dengan tema Debat Paslon Ketiga yakni soal isu pluralisme.
“Ada satu fenomena yang disebut sebagai Noisy Minority (Berhubungan dengan media sosial, red). Untuk pasangan calon nomor urut 2 dan 3, bagaimana cara dari paslon ini untuk menangani fenomena tersebut,” tanya Virgie.
Saat mendapat giliran lebih dulu, Paslon Caroll Senduk dan Wenny Lumentut (CS-WL) menjawab, agama apapun tidak mengajarkan kejahatan. Yang melakukan itu adalah oknum kita selalu banyak orang-orang yang berpolitik. “Sedangkan dirinya sendiri dia tidak mampu urus, apalagi urus orang lain. Hal-hal begini yang harus kita babat,” tutur Wenny Lumentut.
“Jadi, agama tidak mengajarkan kejahatan, kita lakukan yang terbaik sesuai ajaran masing-masing. Menanggapi isu itu, kita perkuat dengan iman. Kalau iman kuat tidak akan ada hal-hal yang diragukan,” tambah dia.
Sementara itu, Paslon Robert Pelealu dan Sello Soekirno (RoSe) menjawab, Indonesia ini dibangun dengan pluralisme, segala macam etnis dan agama ada disini. “Sehingga founding father kita tidak membentuk negara agama tapi negara pancasila. Oleh karenanya, pancasila ini kita tetap ajarkan dari anak SD sampai Sekolah Tinggi, sehingga mereka tidak ada paham-paham yang cukup radikal atau radikal,” ujarnya.
“Tidak ada terjadi ada yang merasa minoritas di negara maupun di Kota Tomohon ini. Karena kita akan melakukan mereka secara sama, tidak ada perbedaan satu dengan yang lain. Tidak ada yang menjadi prioritas di kota ini,” tutur Robert.
Ditambahkan, Calon Wakil Wali Kota Sello Soekirno, kesetaraan di bidang hukum harus ditegakkan, jangan sampai ada homo homini lupus. “Mari kita berpikir ubi sosiates ibius. Hukum yang paling utama adalah moral. Kalau hukum tidak berjalan, maka moral kita laksanakan. Ini jawaban kita, sehingga betul-betul masyarakat Tomohon tidak perlu dengan penegakan hukum,” ujarnya.
“Kalau memang sudah ada unsur kejahatan maupun pelanggaran itu sudah pasti. Tapi dengan moral, masyarakat Tomohon itu saya lihat angka pelanggarannya cukup bagus,” tukas Sello.
Saat menanggapi jawaban dari kedua paslon tersebut, Virgie kembali menegaskan bahwa pertanyaan yang diberikan mengenai Noisy Minority. Dimana, dia bersama JGE sudah menyampaikan dari awal terkait disintegrasi yang juga bisa disebabkan dari media sosial (Medsos).
“Nah, saat ini kebingisan yang terjadi lewat media sosial, seperti unggahan-unggahan yang menyebarkan ujaran kebencian dari segelintir orang, ternyata dianggap bisa wakili suara banyak orang,” bebernya.
Inilah yang akhir-akhir ini terjadi bukan hanya di kota besar tapi juga di Kota Tomohon. Bukan hanya saja saat menjelang Pilkada. Tapi sudah sering dilihat, banyak agenda setting yang dimasukan oleh kelompok tertentu dan ada banyak individu yang terjebak.
“Mereka kemudian menyebarkan dan mengakibatkan disintegrasi. Topiknya banyak juga mengenai masalah pluralisme atau sara yang disebarkan melalui media sosial. Jadi, sebenarnya itu maksud dari kami bagaimana sebagai calon kepala daerah bisa mengatasi fenomena ini,” jelas Virgie.
Lanjut dia, cara mengatasi masalah tersebut yakni, harus kembali kepada bisa memperkuat lembaga pendidikan untuk mengajarkan anak-anak dari usia dini. “Walaupun kita melek media atau paham dan secara nyaman saat ini terbuka menggunakan medsos, tapi hendaknya kita harus mengerti betul penggunaannya. Sehingga, kita tidak terjebak dalam isu-isu sebagai penyebar disintegrasi bangsa,” tukasnya. (erl)